Posted by : Unknown
Rabu, 12 Oktober 2016
MAKALAH
“AL-MUKAM WAL MUTASYABBIH”
MATA KULIAH PENGANTAR STADY AL-QUR'AN
O
L
E
H
KELOMPOK
IV :
WARDANI
SIFA'IYAH
SUPIADI
DOSEN PENGAMPU
SAPRUN, M.Pd
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH ISLAMIYAH
“NUSA TENGGARA BARAT”
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JL. RAYA-MONTONG SARI-SUKARAJA-KEC.
JEROWARU-NTB
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Al-Muhkam
Waal-Mutasyabbih” Mata Kuliyah Pengantar Stady
Al-Qur’an
dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya kelak di yaumul
kiamah.
Penulis
menyadari didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang
Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Saprun,
M.Pd
selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan kepada kami dalam rangka
penyelesaian makalah ini.
2.
Kepada orang tua yang memotivasi
kami sehingga makalah ini terselesaikan.
3.
Kepada teman-teman dan semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT, maka penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
masih banyak kekuarangan dan kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyajian
materi. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan guna penyempurnaan dalam penyusunan dan penulisan tugas
kelompok ini dan tugas-tugas selanjutnya.
Pejanggik,
10 Oktober 2015
Penulis
Kelompok IV
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ...................................................................................................
KATA
PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3
Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Al-Muhkam Wal-Mutasyabih ........................................................ 3
2.2
Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat-ayat Mutasyabih ....................................... 5
2.3
Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabbih .......................................................... 6
2.4
Macam-macam Ayat Mutasyabbih .................................................................. 7
2.5
Hikmah Adanya Ayat-ayat Al-Muhkam Wal-Mutasyabbih .............................. 7
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan ........................................................................................................... 10
3.2
Saran ................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Al-Quran, kalam Tuhan
yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam,
tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh
dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul quran.
Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu
yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih.
Sehubungan dengan persoalan
ini, Ibn Habib An-Naisabari pernah mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan
ayat-ayat Al-Qur’an terhadap muhkam-mutasyabih.
·
Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman Allah dalam QS. Hud : 1, sebagai berikut :
ا لرَ كِتَبُ اُحْكِمَتْ ا يتُهُ ثُمَّ
فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُ نْ حَكِيْمُ خَبِيْ رٍ (1)
·
Kedua, seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam
QS. Az-Zumar : 39, sebagai berikut :
قُلْ يقَوْ مِ اعملوا علي مكا نتكم اني عا
مل فسوف تعلمون (39)
·
Ketiga, pendapat yang paling tepat,
ayat-ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua bagian, yaitu muhkan dan mutasyabihberdasarkan firman Allah dalam
QS. ‘Ali Imran : 7, sebagai berikut :
هُوَ
ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ مِنۡهُ ءَايَٰتٞ مُّحۡكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ
ٱلۡكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٞۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ
تَأۡوِيلِهِۦۖ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُۗ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِي
ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلّٞ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَاۗ وَمَا
يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٧
7. Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di
antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur´an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta´wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta´wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal
Muhkam Mutasyabbih
ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini
termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Qur’an. Jika kita
tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara
firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat
muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Qur’an ada kalimat yang jelas (muhkam) dan
yang belum jelas (mutasyabbih), hingga dalam penafsiran Al-Qur’an (tentang ayat
muhkam mutasyabih) terdapat perbedaan-perbedaan.[2]
Berdalih agar tidak terjadi
ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an khususnya dalam ranah Muhkam
Mutasyabbih, maka kelompok kami menyusun makalah yang membahas tentang kedua
hal tersebut dengan judul “ Al-Muhkam Al-Mutasyabih”. Untuk keterangan lebih
lanjut mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan Muhkam dan
Mutasyabbih.
1.2.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih?
2.Apakah sikap dari para ulama terhadap ayat mutasyabih ?
3.Apakah sesab-sebab dan macam-macam ayat mutasyabih ?
4.Apakah
Hikmah dari adanya
ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
1.3.Tujuan
Adanya suatu diskusi dalam
kelas yang kita lakukan sudah barang tentu semuanya mempunyai tujuan
masing-masing dan boleh jadi tujuan tersebut berbeda ataupun sama. Sedang pembelajaran pada
saat ini yaitu dengan judul “Al-Muhkam Al-Mutasyabih” mempunyai beberapa tujuan
diantaranya adalah :
1.Dapat mengetahui pengertian dari Al-Muhkam Wal Mutasyabih.
2. Dapat membedakan bagaimana sikap para ulama terhadap
adanya ayat-ayat Al-
Mutasyabih.
3.Dapat memahami sebab-sebab adanya Al-Muhkam Wal Mutasyabih.
4.Dapat mengerti macam-macam dari Al-Muhkam Wal Mutasyabih.
5.
Dapat mengetahui apa hikmah dari Al-Muhkam Wal Mutasyabih
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Muhkam Wal Mutasyabih
Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan
Mutasyabih dalam buku studi
Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa
Muhkam berasal dari kata حكمت
الد ابة واحكمت yang artinya “saya menahan binatang itu”,
juga bisa diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam
ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi
kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih secara
bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat
dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara
konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian
perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.
Sedangkan menurut terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih
diungkapkan para ulama, seperti berikut ini :
1. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang,
melalui takwil ataupun
tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti
saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)
2. Ibn Abi Hatim mengatakan
bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani
dan diamalkan, sedangkan ayat-ayatmutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.[4]
3. Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh
yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz
yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz
yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi,
karena masih sama (semakna-red).[5]
Dari pengertian-pengertian ulama diatas,
sudah dapat disimpulkan bahwa inti pengertian dari ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan
tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan yang termasuk dalam kategori
ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan
tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun
pengertian dari ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas yang termasuk dalam
kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham(ambigius).
Muhkam dan Mutasyabih dalah arti
khusus
Dalam
Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih dalm arti mkhusus.
Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat.
Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.
Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang
mutasyabihhanyalah diketahui maksudnya oleh Allah
2.
Muhkam adalah ayat yang mengandung satu wajah, sedangkan
mutasyabih mengandung banyak wajah
3.
Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara
lagsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabiih tidak demikian;
ia memerlukan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain.
Ada beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam dan mutasyabih :
1.
As-Suyuthi, muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan
mutasyabih adalah sebaliknya.
2.
Menurut Imam Ar-Razi, muhkam adalah ayat-ayat yang dalalanya
kuat baik maksud maupun lafaznya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang
dalalahnya lemah, masih bersifat muzmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami.
3.
Menurut Manna Al-Qatthan muhkam adalah ayat yang maksudnya
dapat diketahui secara langsung dan tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan
mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada
ayat lain.
Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam dan mutasyabih diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam adalah ayat-ayat yang sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkakn keraguan dan keliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang muhkam ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas. Lain hal nya dengan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabbih ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat muzmal (gloobal) dia membutuhkan rincian lebih dalam. Selain bersifat muzmal ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan.
Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam dan mutasyabih diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam adalah ayat-ayat yang sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkakn keraguan dan keliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang muhkam ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas. Lain hal nya dengan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabbih ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat muzmal (gloobal) dia membutuhkan rincian lebih dalam. Selain bersifat muzmal ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan.
Dari
penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud muhkamat adalah
ayat-ayat yang telah jelas dengan sendirinya, tegas, dan terang maknanya dan
tidak mengandung keraguan didalam lafaz dan maknanya. Sedangkan yang dimaksud
mutasyabihat adalah ialah ayat-ayat yang mengandung banyak penafsiran karena
serupa dengan ayat-ayat lainnya baik dari segi literalnya maupun dari segi
maknanya.
Mutasyabih terbagi menjadi tiga kategori:
Mutasyabih terbagi menjadi tiga kategori:
1. Kategori mutasyabih yang
sama sekali tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahuinya, seperti waktu kiamt,
kelurnya binatang-binatang diatas muka bumi dan jenis binatang tersebut.
2. Kategori mutasyabih yang
manusia memiliki kemungkinan untuk mengetahhuinya seperti kata-kata yang asing
dan hukum-hukum yang ambigu.
3. Kategori mutasyabih yang
berada diantara dua kategori tersebut yang hakikatnya hanya dapat diketahui
oleh sebagian orang yang mendalam ilmunya, dan tidak dapat diketahui oleh
selain mereka. Inilah kategori mutasyabih yang disyaratkan oleh sabda Nabi SAW:
“ ya Allah, berilah dia kefahaman didalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”
“ ya Allah, berilah dia kefahaman didalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”
Contah-Contoh
Ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. Contoh ayat muhkam
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “ hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang
perempuan dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (Al-Hujarat: 13)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Artinya: “hai manusia,
sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 21)
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “ Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Al-Baqarah: 275)
(Al-Baqarah: 275)
2. Contoh ayat Mutasyabih
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya: “ yaitu Tuhan Yang
Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy”.
(Thaha: 5)
(Thaha: 5)
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
Artinya: “ tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah Allah”.
(Al-qashash: 88)
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Artinya: “tangan-tangan Allah diatas tangan mereka”. (Al-Fath: 10)
2.2 Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabih
Para ulama berbeda
pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang
mengetahuinya sumber perbedaan mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7
Dalam memahami ayat
tersebut, muncul dua pandapat yang Pertama, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna sebagai hal itu artinya,
bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunyayangKedua, Waal-rasikhunafil‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna sebagai khabar.
Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan orang-orang yang mempelajari
ilmunya hanya mengimaninya.
Ada sedikit ulama yang
berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Imam An-Nawawi, didalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih karena tidak
mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada jalan
untuk mengetahuinya.”. Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq
Asy-Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya
diketahui Allah. Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa
bedanya mereka dengan orang awam?”.
Namun sebagian besar
sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat
dari :
1.
Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan
sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran ayat 7
:
“Jika engkau
menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untukmenimbulkan
fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicelaAllah, maka
berhati-hatilah menghadapi mereka.”
2.
Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif, mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan
bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :
“Sesungguhnya
penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang-orang
yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabih.”[9]
3.
Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz
istawa. Ia mengatakan: Istawa adalah diketahui. dan bagaimananya adalah sesuatu yang
tidah diketahui. Bertanya tentangnya adalah Bid’ah.[10]
Sedang Ar-raghib
Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau membagi
mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:
1.Bagian yang tak ada jalan untuk
mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat.
2.Bagian manusia menemukan sebab-sebab
mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang
ganjil,
sulit difahami namun bisa ditemukan artinya.
3.Bagian yang terletak di antara dua
urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama’ yang
mumpuni
saja.[11]
2.3 Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabbih
Dikatakan dengan tegas, bahwa
sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih,
dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Pada
garis besarnya sebab adanya ayat – ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an ialah
karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit
dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa
dita’wilkan dengan bermacam – macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena
sebagian besar merupakan hal – hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh
Allah SWT saja.
Adapun
adanya ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an desebabkan 3 (tiga) hal :
2.3.1. Kesamaran
Lafal
1. Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Kesamaran lafal
Mufrad Gharib (asing)
Contoh
: Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam Al –
Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 : (untuk kesenangan
kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud Abban adalah
rerumputan.
b. Kesamaran Lafal
Mufrad yang bermakna Ganda. Kata Al – Yamin bisa bermakna tangan kanan,
keleluasan atau sumpah.
c. Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal
Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab terlalu ringkas,
terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
2.3.2. Kesamaran pada
Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti
dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat – sifat Allah, seperti sifat rahman
rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat lainnya. Dan
seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan
sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak
pernah melihatnya.
2.3.3. Kesamaran pada
Lafal dan Makna Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al –
Baqarah yang artinya:
“Dan bukanlah
kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi kebijakan itu
ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran dalam ayat
tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada
maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab. Hingga dalam
memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk orang arab.
Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang melaakukan
ihrom baik haji maupun umroh.
2.4 Macam Macam Ayat
Mutasyabih
Menurut Abdul Jalal, macam – macam ayat
Mutasyabihat ada 3 (tiga) macam :
1.
Ayat – ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui
oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh : Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci
– kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri”(Q.S. Al – An’am : 59)
2.
Ayat – ayat yang Mutasyabihat
yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang
mendalam. Contoh : pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dst.
3.
Ayat – ayat Mutasyabihat yang
hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi
orang awam. Hal ini termasuk urusan – urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan
orang – orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.[12]
2.5 Hikmah Adanya ayat Al-Muhkam Wal Mutasyabih
Dalam
pembahasan ini perlu dijelaskan hikmah ayat-ayat muhkam lebih dahulu sebelum
menerangkan hikmah ayat-ayat mutasyabihat.
Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a. Menjadi rahmat
bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya
ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan
faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan bagi
manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya
agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c. Mendorong umat
untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena
lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula
untuk diamalkan.
d. Menghilangkan
kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal
ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus
menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
Hikmah adanya ayat-ayat Mutasyabih
Ada seseorang yang bertanya “
mengapa Allah menjadikan ayat Mutasyabihat di dalm kitab suci-Nya, dan mengapa
tidak dijadikan semua ayatnya muhkamat ?
Bagi orang yang mengetahui tabiat
manusia sebagai mahluk yang memiliki kebebasan berakal, dan diberi beban
kewajiban; yang tidak seperti binatang ternak, atau benda-benda padat yang
dapat dibentuk; atau seperti malaikat yang diberi fitrah untuk taat tanpa
pengaruh keinginnan mereka….karena manusia dapat mengaktikan kekuataan dan
kemampuan aklnya.
Bagi rang yang mengetahui sifat
suatu agama, dan sifat pemberian beban kewajiban yang berlaku didalamnya; yakni
kewajiban yang di dalamnya terdapat beban dan jerih payah yang dimaksudkan
sebagai pelatihan manusia di dunia demi kehidupannya yang abadi di akhirat,
dengan adanya konsekuensi pemberia pahala dan balasan atas jerih payah itu.
Bagi orang yang mengatahui tabiat Islam yang berbicara kepada oranmg-orang yang mau mempergunakan akalnya, dan hendak menggerakkan akal mereka untuk meneliti dan melakukan ijtihad; mengkaji dan mengambil kesimpuln, serta tidak menghendaki mereka bermalas-malasan dan tidak mau berpikir.
Bagi orang yang mengatahui tabiat Islam yang berbicara kepada oranmg-orang yang mau mempergunakan akalnya, dan hendak menggerakkan akal mereka untuk meneliti dan melakukan ijtihad; mengkaji dan mengambil kesimpuln, serta tidak menghendaki mereka bermalas-malasan dan tidak mau berpikir.
Dan bagi orang yang mengetahui
berbagai tabiat manusia diantara mereka ada yang senang terhadap bentuk
lahiriah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash,. Ada yang
memberikan perhatian kepada spiritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup
dengan lahiriahnya; sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan
ada orang yang melakukan penakwilan, ada manusia intelak dan ada manusia
spiritual. Karena Al-qur’an ditujukan untuk semua kalangan manusia, maka
kebijakan Allah menghendaki firman-Nya mencakup semua kategori tersebut, dan
mengandung berbagai petunjuk dan dalil-dalil yang memberikan bimbingan kepada
kebaikan, tentunya setelah mereka berjerih payah meneliti dan mencarinya,
sehingga mereka dapat mersaih derajat yang tinggi di dunia ini, dan diberi
pahala di akhirat kelak.
Ayat-ayat al-Quran baik yang muhkam
maupun yang mutasyabih semuanya bersumber dari Allah swt. Jika yang muhkam maknanya jelas dan mudah dipahami sementara yang mutasyabih maknanya
samar dan tidak semua orang dapat manangkapnya, mengapa tidak sekalian saja
diturunkan muhkam sehingga semua orang dengan mudah memahaminya. Oleh karena
itu para ulama berusaha melakukan pengkajian untuk mengetahui rahasia dan
hikmah tersebut.
1.
Ayat-ayat mutasyabih mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya dengan jalan lebih giat belajar, tekun mengkaji sehingga
menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
2.
Sekiranya al-Quran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab.
Sebab, kejelasannya akan membatalkan semua mazhab diluarnya. Sedangkan yang
demikian tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya. Akan
tetapi jika al-Quran mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari
penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya.
3.
Ayat-ayat mutasyabihat merupakan rahmat Allah Swt bagi manusia
yang lemah yang tidak mampu mengetahui segala sesuatu.
4.
Keberadaan ayat-ayat ini juga merupakan cobaan dan ujian bagi manusia,
apakah mereka percaya atau tidak tentang hal-hal ghaib berdasarkan berita yang
disampaikan oleh orang benar.
5.
Sebagai bukti atas kelemahan dan kebodohan manusia. Bagaimanapun besar
kesiapan dan banyak ilmunya, namun Tuhan sendirilah yang mengetahui
segala-galanya.
6.
Adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran merupakan sebuah bukti
kemukjizatannya.
7.
Mempermudah orang menghafal dan memeliharanya. Sebab setiap lafal yang
mengandung banyak penafsiran yang berakibat pada ketidakjelasan akan menunjuk
banyak makna. Sekiranya makna-makna tersebut diungkapkan dengan lafal secara
langsung niscaya al-Quran menjadi berjilid-jilid. Hal ini tentunya menyulitkan
untuk menghafal dan memeliharanya.
8.
Memberikan ruang kepada manusia untuk menggunakan potensi yang ada yaitu
akal disamping dalil-dalil yang naqli. Untuk berperan dalam mengemukakan
argumen sehingga ia bebas dari taqlid.1
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah
jelas, tidak samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan.
Sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya
belum jelas.
Ulamak berbeda pendapat dalam hal
memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu antara bisa tidaknya manusia
memahami/memaknai ayat-ayat mutasyabihat.
Sebab
munculnya ayat muhkam mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan yaitu, Adanya kesamaran
dalam lafadz, kesamaran makna ayat dan kesamaran makna dan ayat.
Terdapat
tiga macam ayat mutasyabih yaitu ayat yang tidak bisa difahami oleh manusia,
yang bisa difahami semua orang dengan pemahaman yang dalam dan ayat yang bisa
difahami oleh pakarnya saja.
Terdapat
hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara garis besar masuk
pada tataran pemafaman dan penggunaan logika akal.
3.2.Saran
Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat tentunya akan menemui perbedaan antara ulamak satu dengan yang
lainnya. Maka dari itu, kita sebagi mahasiswa tidak sepantasnya saling salah
menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang
dikeluarkan oleh para ulamak tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih
bijak dalam mengatasi perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009.Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an.Bogor:Lintera Antar Nusa
Anwar, Rosihon. 2004.Ulumul Qur’an. Bandung:
Pustaka Media
Djalal, Abdul, 2008. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu
Hadi, Abd. 2010.Pengantar Studi
Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Islamic Media
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2012, Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press
Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi
Al-Quran. Malang:UIN Malang Perss
http://ragam-news.blogspot.co.id/2013/04/ayat-muhkam-dan-mutasyabih.html